Page

Kamis, 15 September 2011

Politik Luar Negeri Al-Walid Bin Abdul Malik



 Era  Khilafah  Umayyah  dikenal  sebagai  era penaklukan. Dengan stabilitas politik di dalam negeri yang diwariskan oleh Khalifah Abd al-Malik,  selain  al-Walid,  penerus  Abd  al-Malik, bisa melakukan pembangunan yang luar biasa, bukan  saja  fisik  tetapi  juga  non-fisik.  Sebagai  contoh, orang-orang  tuna  netra  dan  cacat,  nafkah  hidupnya dijamin oleh negara. Tidak hanya itu, bagi yang buta juga diberi  pemandu  dan  bagi  yang  tidak  mampu  bekerja diberi pembantu. Rumah sakit khusus untuk penderita kusta pun dibangun di Damaskus, Suriah, yang hingga kini masih berdiri dan menggunakan namanya.


Karena itu, ketika masalah di dalam negerinya relatif tidak ada, khilafah saat itu pun segera mengemban Islam keluar,  sekaligus  untuk  mewujudkan  bisyarah  Rasul, menaklukkan  Konstantinopel.  Ada  empat  target  yang menjadi sasaran penaklukan saat itu, yaitu: (1) Wilayah Wara' an-Nahr, yang dipimpin oleh Qutaibah bin Muslim; (2) Anak benua India dipimpin oleh Muhammad bin al-Qasim; (3) Spanyol dipimpin oleh Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad; (4) Asia Kecil-Konstantinopel dipimpin oleh Maslamah bin Abd al-Malik. 

Qutaibah  bin  Muslim  ditunjuk  oleh  al-Hajjaj  bin Yusuf, yang ketika itu menjabat sebagai wali untuk Irak, Persia  dan  Khurasan.  Tahun  86  H,  Qutaibah  berhasil menaklukkan kota Balkha. Setahun kemudian, ia berhasil menaklukkan kota Shaghad dan Bikandi, hingga sampai di Bukhara  dan  Samarkand  pada  tahun  92  H.  Sebelum memasuki tahun 93 H, ia pun berhasil menaklukkan kota Farghanah hingga sampai ke Turkmenistan Timur, yang berbatasan dengan Cina. Wilayah ini disebut Wara' an-Nahr (Belakang Sungai), karena berada di belakang sungai besar,  yaitu  sungai  Jaihun  dan  Saihun.  Kawasan  ini sekarang masuk wilayah Uzbekistan dan sebagian barat daya  Kazakhtan.  Kota-kota  penting  yang  kemudian melahirkan ulama besar berasal dari wilayah ini. Sebut saja,  Samarkand,  Bukhara,  Farghanah,  Tashken, Khuwarizmi, Murwa dan Tirmidz.


Wilayah  baru  ini  kemudian  berhasil  dilebur  oleh Khilafah saat itu menjadi satu kesatuan. Bangsa-bangsa non-Arab yang hidup di sana, yang nota bene bukan orang Arab dan bahasanya bukan bahasa Arab, pada akhirnya berhasil  dilebur  sehingga  budaya dan  bahasanya pun menyatu.  Bahkan,  Bapak  Balaghah,  seperti  Imam  az-Zamakhsyari pun lahir dari kawasan ini. Kitabnya, Tafsir al-Kasysyaf  pun  diakui  sebagai  tafsir  bi  ar-ra'yi  (dengan 
pendekatan bahasa) terbaik, padahal ia bukan orang Arab. Imam Bukhari, yang terkenal sebagai Imam Ahli Hadits, dengan magnum opus-nya, Shahih al-Bukhari, juga lahir dari kawasan ini. Imam at-Tirmidzi, yang juga terkenal dengan  rumusan  hadits  hasan-nya,  pasca  Shahih  al-Bukhari, ternyata juga lahir dari kawasan ini. Demikian juga ilmuan,  al-Khuwarizmi  yang  terkenal  dengan  teori Algoritma-nya juga lahir dari kawasan ini.

Ini merupakan bukti keberhasilan politik luar negeri khilafah,  menjadikan  bangsa-bangsa  yang  ditaklukkan bukan sebagai orang asing tetapi dilebur menjadi satu umat,  yaitu  umat  Islam.  Dengan  bahasa,  budaya  dan tradisi yang satu, yaitu Islam. Dari bangsa-bangsa yang telah dilebur dengan Islam itu pun lahir para ulama hebat sekaliber Imam Bukhari, at-Tirmidzi, az-Zamakhsyari dan lain-lain.[] har

---RS---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar