Page

Jumat, 23 Juli 2010

Welcome to My Life !......


Do you ever feel like breaking down?
Do you ever feel out of place?
Like somehow you just don’t belong
And no one understands you
To be hurt
To feel lost
To be left out in the dark
To be kicked
When you’re down
To feel like you’ve been pushed around
To be on the edge of breaking down
When no one’s there to save you
No you don’t know what it’s like
Welcome to my life

Sebuah curhat dari anak-anak Simple Plan, dengan title Welcome to My Life. Lagu ini sempat jadi tembang favorit saya. Selain karena iramanya memang asyik punya, tapi terlebih karena isi liriknya…. oke dan pas banget. Ya… Welcome to my life menggambarkan kehidupan realistis yang sering kita alami, beda dengan kebanyakan lagu lain yang lebih berbau hedonis, melenakan, atau dengan tema yang monoton… cinta melulu. Lagu ini beda. Dia menghantarkan kita pada kenyataan sebuah gerbang kehidupan yang tidak semanis orang lain bayangkan. Selamat datang dalam kehidupanku… yang penuh dengan luka…. terpinggirkan, bahkan terlempar di saat-saat penuh kepedihan, ketika tak ada seseorang yang peduli, yang ada hanya cemooh, ketika satu per satu yang dimiliki pergi… But it is my life….. maka welcome to my life.

“Lagu ini kayak marsnya para da’i saja” sergah salah seorang teman suatu ketika.Sorotan lampu berkedap-kedip… hentakan keras musik, sementara kaki-kaki mengayun di lantai dansa… DJ memainkan musik, disko dimulai….. Ampuuunn DJ!!Di sini engkau mendapat prestise. Di sini engkau diperhitungkan…. gaul… keren! Sementara di dunia kedua para penghuninya adalah komunitas yang terpinggirkan. Disini mereka dicaci, dihina, dilemparkan, bahkan dilukai. Alih-alih dihormati, yang ada bagi yang istiqomah dalamnya adalah cap fundamentalis, fanatik, ekstrimis, bahkan teroris!

Saya merengut kurang mengerti. “Iya, lagu ini persis kayak kehidupannya para da’i. Yaa gak mirip-mirip amat sih. Namun coba deh simak, liriknya menggambarkan realitas yang seringkali dialami dalam kehidupan dakwah. Kehidupan yang menggetirkan…. Namun bagaimanapun kehidupan seperti itu telah menjadi pilihan… jadi ya… Welcome to my life lah” ujarnya menjelaskan.

Saya termangu dalam.

Yap, dunia dakwah. Ini tentunya beda dengan dunia gemerlap alias dugem. Kehidupan penuh silau dunia….

Dunia seperti ini sih memang menggiurkan. Mewakili kehidupan bergemilang kesenangan dan kemewahan yang dielu-elukan kaum remaja kebanyakan.

Sementara jauh di sana… di sebuah lingkungan yang jauh dari hangar bingar saat lampu disko berkelap-kelip… para pendekar dakwah malah sedang bertafakur, asyik larut dalam zikir memuja Rabbnya. Setelah seharian disibukkan dengan aktivitas dalam medan perjuangan dakwah yang begitu melelahkan.

Di dunia yang pertama para pemeluknya dielu-elukan. Dipuja-puji.

Dunia dakwah, sebagaimana penggambaran yang coba ditampilkan oleh Syair nasyid berikut ini….

Sekeping hati dibawa berlari
Jauh melalui jalanan sepi
Jalan kebenaran indah terbentang
Di depan matamu para pejuang
Tapi jalan kebenaran
Tak akan selamanya sunyi
Ada ujian yang datang melanda
Ada perangkap menunggu mangsa
Akan kuatkah kaki yang melangkah
Bila disapa duri yang menanti
Akan kaburkah mata yang menatap
Pada debu yang pasti kah hinggap
Mengharap senang dalam berjuang
Bagai merindu rembulan di tengah siang
Jalannya tak seindah sentuhan mata
Pangkalnya jauh ujungnya belum tiba

Lirik yang dibawakan lirih, saya seringkali merasa trenyuh ketika mendengar penggambaran ini. benar, jangan pernah mengharap kesenangan dalam perjuangan dakwah ini. Karena engkau bakal kecewa ketika realitanya yang engkau temui adalah kepedihan. Jalan dakwah tak seindah pandangan mata. Jalannya memang sunyi dari pengikut, namun tak sunyi dari marabahaya. Akan ada ancaman, akan ada ujian, akan ada cacian, kelak tak jarang nyawa bahkan bisa jadi melayang.Ketika dakwah ditolak dengan sinis. Ketika seruan dibalas dengan timpukan sendal. Ketika iming-iming harta membayangi mencoba memalingkan. Ketika palu hakim menjatuhkan vonis tahanan. Ketika yang tersisa cuma gelap pekat.

Intiplah apa yang pernah dialami para sahabat dan pejuang terdahulu ketika mereka memutuskan melebur dalam barisan ini. Bukankah Saad rela berpisah dengan ibu tercintanya demi bersama Rasul kekasihnya? Bukankah Bilal rela tersiksa segenap raganya demi pertahankan Ahadnya? Bukankah Khadijah mesti merelakan seluruh hartanya untuk mendukung dakwah Suami sekaligus RasulNya tercinta? Bukankah Shuhaib rela menukar seluruh harta yang susah payah dikumpulkan di Makkah demi kelapangan hijrahnya?

Inilah para pendekar teladan. Saksikanlah! Bukan jalan mulus yang mereka lalui. Ketika mereka ikrarkan untuk menjadi pendekar dalam perjuangan ini. Saat itu pula pedang-pedang musuh siap berkelebat, kuku-kukunya siap mencengkeram, dan anak panah-anak panah siap menerjang.

Tapi mah itu biasa atuh…..

Para pendekar tak bergeming.

Ketika fitnah keji menyarang ke diri mereka

Ketika cacian berulang tak henti dialamatkan. Ketika luka menghiasi sekujur badan. Ketika pada akhirnya satu persatu teman dan sanak keluarga menjauh. Ketika harta serupiah demi serupiah meludes. Ketika hampir tak ada seorang pun yang peduli. Ketika perjuangan yang mati-matian dijalani tak memperlihatkan hasil yang menggembirakan.

Ketika itu… akan mundurkah anda wahai pendekar?

Kallaa!!! Sekali-kali tidak! Allahu Akbar…. Laa haula wala… quwwata illa billah
Kalaupun harus mati… biarlah matiku karena berjuang di medan ini!
Kalau ada 1000 orang pejuang dakwah maka aku adalah salah satu di antaranya
Kalau ada 100 orang pejuang dakwah maka aku adalah salah satu di antaranya
Kalau ada cuma 10 orang pejuang dakwah maka aku tetap salah satu di antaranya
Dan kalaupun yang tersisa cuma ada 1 orang pejuang dakwah, akulah orangnya.
Dan bila tidak ada lagi pejuang dakwah….
Berarti aku telah mati syahid!

oleh Fauzan Muttaqien

Tidak ada komentar:

Posting Komentar