Alhamdulillah akhirnya bisa muncul lagi di blog tersayang ini setelah sekian lama tak pernah memunculkan updatean. I BACK TO MY LOVLEY BLOG #JiaaahLebay tak apa inikan lebay yang elegan *gubrakkzzz deh. OK deh yuuk cekidot updatean kali ini yang ane ambil dari IWM (Islam Will Dominate) ^___^
Beberapa
waktu yang lalu, ramai pemberitaan di media tentang ASS (15 tahun)
seorang siswi SMP di Depok yang diculik, kemudian mengalami pelecehan
seksual. ASS diduga menjadi korban penculik sindikat untuk keperluan
seks komersial. Ia berhasil melepaskan diri setelah disekap selama
seminggu. Nasib malang ASS dimulai ketika ia berkenalan dengan
seseorang di facebook yang mengaku sebagai wartawan dan kemudian
berjanji bisa mengorbitkannya menjadi model terkenal. Bak cerita
sinetron, si gadis pun tergoda bujuk rayu. Tak lain karena ia ingin
meraih cita dan harapan secara instan. Inilah yang mendorongnya tak
berpikir panjang menerima tawaran orang yang sama sekali tak dikenal.
Niat hati ingin menjadi selebriti terkenal, tapi apa daya justru
menjadi korban kejahatan.
Kapitalisme Lahirkan Generasi Instan
ASS adalah salah satu potret kaum muda
Indonesia yang hidup dalam sistem kapitalisme yang liberalis
(mengajarkan kebebasan) dan sekuleris (memisahkan agama dari kehidupan).
Hidup semaunya dan sesukanya, tak mau diatur dengan aturan apapun, dan
menjadikan agama hanya sebagai identitas di kartu pengenal entah Kartu
pelajar, KTP atau SIM dan yang semisalnya. Impian mereka ingin meniru
artis atau selebritis. Bisa foto model, artis sinetron, boyband atau
girlband, komedian atau yang lainnya. Alasannya sederhana, gampang dapat
uang dan mudah tenarnya. Mereka ingin raih semua impian tersebut dalam
waktu singkat, secara instan. Tak mau bersusah payah dan tak mau
bersabar melakukan sebuah proses menuju impian.
Generasi muda kita terancam bahaya.
Orientasi anak-anak kita akan bergeser untuk menjadi selebritas,
bukannya menjadi ilmuwan, cendekiawan, ulama dan sebagainya, cita-cita
yang lebih berkontribusi terhadap kemajuan umat. Belum lagi bahaya
terhadap akhlak dan agama anak. Budaya selebritas yang dekat dengan
pergaulan bebas, eksploitasi fisik, dan kebebasan berkspresi,
dikhawatirkan akan berimbas negatif terhadap perkembangan kepribadian
anak. Akhirnya, anak hanya mengejar ketenaran dan materi dan
kemudian lalai dari tujuan hakiki kehidupannya, mencari ridha Allah,
tergantikan tujuan duniawi, menjadi kaya dan terkenal. Ini adalah
gambaran generasi muda yang sangat jauh dari harapan umat, dan tentu
sangat jauh dari gambaran khoiru ummah (umat terbaik) yang disebut
Allah di dalam firmanNya
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ
لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا
لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿١١٠﴾
“Kalian
adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia, yang memerintahkan
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada
Allah, Dan sekiranya ahlul kitab beriman maka itu lebih baik bagi
mereka. Di antara mereka ada menjadi orang-orang yang beriman dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik “ (TQS Ali Imran 110)
Tak hanya itu, kapitalisme juga lahirkan
generasi instan yang juga sangat berbahaya. Keinginan untuk meraih
tujuan dengan terburu-buru,dan mendapatkan segala sesuatu dengan mudah
dan cepat menjadi celah bagi berbagai kejahatan. Impian menjadi
selebriti, ingin diraih dengan instan, akhirnya malah jadi korban
penipuan bahkan ada yang tewas mengenaskan. Menurut catatan Komnas PA
sepanjang Januari hingga Oktober 2012, setidaknya terjadi 21 kasus
penculikan yang berawal dari perkenalan korban dengan pelaku melalui
situs jejaring sosial. Satu orang di antaranya tewas saat ditemukan oleh
pihak keluarga (kompas.com, 11/10/2012)
Kapitalisme juga mengajarkan agar kaum
muda berkeinginan untuk meraih kesenangan hidup sesaat, ingin berpakaian
dan berdandan mengikuti mode, punya black berry keluaran terbaru,
berhura-hura dan mengikuti gaya hidup hedonis lainnya. Semuanya
menuntut untuk dipenuhi secara instan karena keterbatasan ekonomi,
keahlian maupun ketrampilan. Akhirnya harus mengorbankan harga diri,
menjual tubuh, mengorbankan sekolah, masa depan dll.
Kapitalisme juga melahirkan generasi
yang malas berusaha. Lihatlah persaingan tak sehat ketika Ujian Nasional
digelar. Kunci Jawaban diperjualbelikan, nyontek sudah menjadi
pemandangan umum di berbagai sekolah, bahkan gurupun terlibat dalam
proses kecurangan seputar Ujian Nasional. Orang tuapun berucap
‘alhamdulillah’ ketika mendengar cerita sang buah hati bahwa ia
mendapatkan contekan dari gurunya. Semuanya seolah berlomba untuk
melahirkan generasi instan, yang ingin meraih nilai tinggi dalam ujian
tapi tak ingin bersusah payah belajar. Apa yang akan terjadi dengan
masa depan negeri ini jika generasi mudanya adalah generasi seperti ini?
Islam Lahirkan Generasi Pengubah Peradaban
Gambaran kaum muda Indonesia di atas
tentu sangat jauh dari gambaran generasi muda ideal. Berkaca dari
sejarah, ada beberapa anak muda muslim di masa terdahulu yang layak
menjadi teladan bagi kaum muda Indonesia karena prestasi mereka yang
luar biasa bagi kemajuan umat dan bahkan sebagian dari mereka
berkontribusi dalam mengubah peradaban dunia.
Usamah bin Zaid, telah ikut berperang
sejak kecil, dan karena keahliannya, maka ia diangkat menjadi panglima
perang pada usia enam belas tahun, di riwayat yang lain disebut di usia
delapan belas tahun. Muadz bin Jabal, salah seorang sahabat Rasul yang
terpercaya, Rasulullah saw pernah memujinya: “Muadz bin Jabal adalah orang yang paling tahu tentang halal dan haram di kalangan umatku”. Beliau ketika dinobatkan menjadi hakim agung negara, usianya masih 18 tahun.
Pemuda-pemuda semacam Usamah dan Muadz,
banyak kita temui juga pada masa setelah generasi shahabat. Imam
Syafi’i, di usianya yang menginjak 14 tahun telah dijadikan sebagai
rujukan dalam memberikan fatwa agama. Muhammad Al fatih, memimpin
penaklukan Konstantinopel di usianya yang ke-24. Seorang ahli kedokteran
sekaligus penemu ilmu kedokteran yang kita kenal sebagai Ibnu
Sina,telah hafal Qur’an dan belajar ilmu kedokteran di usia 10 tahun.
Dan di usia ke 17, Allah memberinya jalan yang tak pernah ia duga
sebelumnya, ia berhasil menyembuhkan penyakit raja Bukhara padahal
banyak tabib dan ahli tak berhasil menyembuhkannya.
Mereka masih sangat muda, namun prestasi
mereka luar biasa. Pemuda-pemuda semacam mereka lah yang menjadi
gambaran generasi muslim ideal, dan layak untuk dicontoh generasi muda
sekarang. Mereka memiliki krakteristik sebagai berikut
1. Keimanan yang kuat
Keimanan yang kuat menjadi fondasi dasar
yang harus ada dalam setiap muslim. Generasi yang memiliki keimanan
yang kokoh hanya menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan Allah dan
menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah. Generasi yang
menjadikan kecintaannya kepada Sang Maha Pencipta dan Rasul-Nya di atas
kecintaan-kecintaannya yang lain. Pada diri mereka tertanam keyakinan
yang kuat, bahwa hidup adalah ladang amal untuk mencari ridha Allah.
Maka mereka berusaha dan berbuat sebaik-baiknya untuk mengisi hidupnya
dengan spirit perjuangan meninggikan kalimat Allah, menegakkan
agama-Nya, dan menyebarkan cahaya Islam ke seluruh dunia.
2. Berkepribadian Islam
Sosok generasi yang berkepribadian
Islam adalah generasi yang memiliki keyakinan kuat terhadap Islam
(berakidah islam), lalu akidah Islam tersebut dijadikan sebagai pijakan
dan standar satu-satunya dalam mengarahkan cara berpikirnya dan pola
bersikapnya. Semua aktivitas dan problem dalam kehidupan, diatur dan
diselesaikan berdasarkan aturan Islam (Syari’at Islam).
Bagi generasi yang berkepribadian Islam,
kenyataan yang ada di masyarakat bukanlah parameter mereka untuk
berbuat, tetapi Islam-lah yang harus dipegang kuat. Mereka yakin bahwa
hanya aturan Islam yang terbaik dan layak diterapkan. Ini akan
mendorongnya untuk secara terus menerus menggerakkan perubahan di
masyarakat menuju kehidupan yang Islami. Mereka akan berusaha
semaksimal mungkin menjadi teladan dan motor perjuangan Islam yang nyata
di tengah masyarakat.
3. Berjiwa pemimpin dan peduli umat.
Penerapan Syari’at Islam tidak hanya
dikhususkan untuk umat Islam saja, tetapi merupakan rahmat bagi seluruh
manusia dan mensejahterakan kehidupan dunia. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (TQS.
Al Anbiyaa’ : 107). Karakter Islam yang demikian inilah yang mendorong
umatnya untuk menyebarkan dan memperjuangkan Islam untuk tegak di muka
bumi, karena Islam tidak sekedar memperbaiki individu, tapi juga
masyarakat, negara dan dunia seluruhnya. Hal ini yang menumbuhkan rasa
tanggung jawab dan kepemimpinan dalam diri umat atau generasi Islam.
Generasi ini tidak hanya mementingkan
kesenangan hidup di dunia dengan mengejar materi, bermain-main dan
berhura-hura (gaya hidup materialistik hedonistik). Generasi ini serius
dan sungguh-sungguh dalam memperjuangkan tegaknya Islam hingga menyinari
seluruh alam. Generasi yang memberikan keteladanan dan memiliki
tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan umat
secara keseluruhan.
Generasi terbaik ini juga memiliki
kepedulian yang besar terhadap kondisi umat. Ia tidak rela dengan
kondisi keterpurukan dan kelemahan umat. Maka ia mengerahkan seluruh
potensinya untuk memperjuangkan kebangkitan umat. Ia menjadi motor
perjuangan dan agen perubahan di tengah umat.
4. Menguasai tsaqofah Islam dan ilmu pengetahuan
“Katakanlah
(hai Muhammad), apakah sama orang-orang yang berpengetahuan dengan
orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (Qs. az-Zumar [39]: 9).
Generasi muslim yang mumpuni akan
senantiasa menyesuaikan setiap amalnya sesuai dengan ketetapan Allah.
Maka ia berusaha untuk menguasai ilmu-ilmu yang ia butuhkan untuk mampu
memahami hukum Allah atasnya. Tak putus-putusnya ia mempelajari
tsaqofah Islam, sehingga akhirnya ia mampu menguasainya.
Hal ini diimbangi dengan semangat
menambah ilmu pengetahuan. Ia memahami bahwa seorang muslim tidak hanya
hidup untuk akheratnya saja. Ia memiliki motivasi kuat untuk menguasai
teknologi yang akan membawa maslahat dan mengantarkan pada kemajuan
umat. Ia tidak rela Islam berada di bawah kendali umat lain dalam
teknologi, karena keyakinannya bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang
diciptakan Allah seperti dalam Al Qur’an Surat Ali Imran 110.
MENJADI GENERASI PENGUBAH PERADABAN, BUKAN GENERASI INSTAN
Apa yang dicapai Imam Syafii, al Fatih,
Ibnu sina dan tokoh-tokoh muslim lainnya di usia muda adalah buah dari
kerja keras dan kekuatan ruhiyah yang mereka miliki, bukan dengan jalan
pintas atau berbagai cara instan yang menghalalkan segala cara. Mereka
terkenal, bukan karena ingin terkenal tapi karena keinginan untuk
memberikan persembahan terbaik kepada umat dan agama, dan ingin meraih
kemuliaan hidup dunia dan akhirat. Mereka berhasil setelah
bertahun-tahun sebelumnya, mereka mencanangkan tekad dan menempa diri
untuk melakukannya dan juga peran dari orang-orang terdekat mereka
seperti orang tua, guru dll.
Salah satu pepatah Arab “man jadda
wajada” yang artinya “barang siapa bersungguh-sungguh maka akan
berhasil” sangatlah tepat untuk menggambarkan upaya mereka.
Tengoklah bagaimana kisah hidup Imam
Syafi’i. Karya-karyanya yang luar biasa,telah menjadikannya sebagai
ulama besar yang akan selalu dikenang hingga akhir jaman. Itu semua tak
diraih dengan mudah dan instan. Beliau lampaui masa kecilnya hanya
dengan seorang ibu yang sangat miskin. Kemiskinan yang dialaminya tidak
membuat Imam Syafi’i menyerah dalam mencintai Islam dan menimba ilmu.
Beliau sampai harus mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit,
pelepah kurma, dan tulang unta semata-mata demi kecintaannya dalam
menulis ilmu Islam. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh
dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah
bertuliskan hadits-hadits Nabi.
Saat berusia 9 tahun, beliau telah
menghafal seluruh ayat Al Quran dengan lancar bahkan beliau sempat 16
kali khatam Al Quran dalam perjalanannya dari Mekkah menuju Madinah.
Setahun kemudian, kitab Al Muwatha’ karangan imam malik yang berisikan
1.720 hadis pilihan juga dihafalnya di luar kepala, Imam Syafi’i juga
menekuni bahasa dan sastra Arab di dusun badui bani Hundail selama
beberapa tahun, kemudian beliau kembali ke Mekkah dan belajar fiqh dari
seorang ulama besar yang juga mufti kota Mekkah pada saat itu yaitu Imam
Muslim bin Khalid Azzanni. Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya
dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk di kursi mufti kota
Mekkah, namun demikian Imam Syafi’i belum merasa puas menuntut ilmu
karena semakin dalam beliau menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang
belum beliau mengerti, sehingga tidak mengherankan bila guru Imam
Syafi’i begitu banyak jumlahnya sama dengan banyaknya para muridnya.
Muhammad Al Fatih. Yang biasa disebut Al
Fatih,Sang Penakluk benteng Konstantinopel, telah belajar keras sejak
kecil. Ia dididik sejak kecil oleh ulama-ulama besar pada jamannya yang
telah membentuk mental penakluk pada dirinya. Maka tidak mengherankan
ketika berumur 23 tahun, al-Fatih telah menguasai 7 bahasa dan dia telah
memimpin ibu kota Khilafah Islam di Adrianopel (Edirne) sejak berumur
21 tahun (ada yang memberikan keterangan dia telah matang dalam politik
sejak 12 tahun). Sebagian besar hidup al-Fatih berada diatas kuda, dan
beliau tidak pernah meninggalkan shalat rawatib dan tahajjudnya untuk
menjaga kedekatannya dengan Allah dan memohon pertolongan dan idzinnya
atas keinginannya yang telah terpancang kuat dari awal yaitu Menaklukkan Konstantinopel.
Al Fatih sangat sadar, untuk
menaklukkan Konstantiopel dia membutuhkan perencanaan yang baik dan
orang-orang yang bisa diandalkan. Maka diapun membentuk dan mengumpulkan
pasukan elit yang dinamakan Janissaries, yang dilatih dengan ilmu
agama, fisik, taktik dan segala yang dibutuhkan oleh tentara, Dan
pendidikan ini dilaksanakan sejak dini, dan khusus dipersiapkan untuk
penaklukan Konstantinopel. 40.00 orang yang loyal kepada Allah dan
rasul-Nya pun berkumpul dalam penugasan ini. Selain itu dia juga
mengamankan selat Bosphorus yang menjadi nadi utama perdagangan dan
transportasi bagi konstantinopel dengan membangun benteng dengan 7
menara citadel yang selesai dalam waktu kurang dari 4 bulan.
Tetapi Konstantinopel bukanlah kota yang
mudah ditaklukkan, kota ini menahan serangan dari berbagai penjuru
dunia dan berhasil menetralkan semua ancaman yang datang kepadanya
karena memiliki sistem pertahanan yang sangat maju pada zamannya, yaitu
tembok yang luar biasa tebal dan tinggi, tingginya sekitar 30 m dan
tebal 9 m, tidak ada satupun teknologi yang dapat menghancurkan dan
menembus tembok ini pada masa lalu. Dan untuk inilah al-Fatih menugaskan
khusus pembuatan senjata yang dapat mengatasi tembok ini.
Setelah mempersiapkan meriam raksasa
yang dapat melontarkan peluru seberat 700 kg, al-Fatih lalu
mempersiapkan 250.000 total pasukannya yang terbagi menjadi 3, yaitu
pasukan laut dengan 400 kapal perang menyerang melalui laut marmara,
kapal-kapal kecil untuk menembus selat tanduk, dan sisanya melalui jalan
darat menyerang dari sebelah barat Konstantinopel
Keseluruhan pasukan al-Fatih dapat
direpotkan oleh pasukan konstantinopel yang bertahan di bentengnya,
belum lagi serangan bantuan dari negeri kristen lewat laut menambah
beratnya pertempuran yang harus dihadapi oleh al-Fatih, sampai tanggal
21 April 1453 tidak sedikitpun tanda-tanda kemenangan akan dicapai
pasukan al-Fatih, lalu akhirnya mereka mencoba suatu cara yang tidak
terbayangkan kecuali orang yang beriman. Dalam waktu semalam 70 kapal
pindah dari selat Bosphorus menuju selat Tanduk dengan menggunakan
tenaga manusia. Yilmaz Oztuna di dalam bukunya Osmanli Tarihi
menceritakan salah seorang ahli sejarah tentang Byzantium mengatakan:
“kami tidak pernah melihat dan tidak
pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini.
Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia
menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti
gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang
dilakukan oleh Alexander yang Agung,” 70 Kapal al-Fatih dipindahkan dari
Selat Bosphorus ke Selat Tanduk melalui Pegunungan Galata dalam waktu 1
malam
Subhanallah, upaya yang dilakukan Al
Fatih dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki, ditambah
dengan kedekatannya yang luar biasa kepada Allah, telah memastikan
pertolongan Nya kepada Al Fatih.
Sejarah dipelajari bukan hanya untuk
dikenang tapi agar kita bisa belajar dari sejarah. Banyak orang yang
belajar sejarah tapi tak banyak orang yang belajar dari sejarah. Dengan
mempelajari sejarah, bagaimana tokoh-tokoh besar tak lahir secara
instan, seharusnya memacu para pemuda saat ini untuk bisa menjadi pemuda
idaman, pengubah jaman dan peradaban dengan mengerahkan segenap
kemampuan.
Islam Mengajarkan Cara Meraih Tujuan
Boleh saja bermimpi, tapi berusahalah
dan tentukan langkah riil untuk meraih impian. Nasihat ini sangat tepat
untuk orang-orang yang ingin meraih keberhasilan, dan menggapai
mimpi-mimpinya. Dan ini pula yang diajarkan oleh Islam. Dalam perspektif
syariat Islam, melakukan upaya untuk meraih suatu tujuan atau yang
kemudian disebut dengan istilah as-sababiyahmerupakan kewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT.
Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi
Muhammad saw yang hendak meninggalkan untanya. Ia kemudian berkata,
“Aku akan membiarkan untaku, lalu akan bertawakal kepada Allah.” Akan
tetapi, Nabi Muhammad Saw bersabda kepadanya, “i’qilha wa tawakkal”
yang artinya “Ikatlah (untamu) dan bertawakallah (kepada Allah).” (HR
Ibnu Hibban). Di dalam hadist ini ada dua tuntutan yaitu mengikat unta
dan bertawakal. Hukum tawakal adalah wajib sebagaimana firman Allah “ Apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah/
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya (TQS Ali Imran 159). Hukum mengikat unta (melakukan upaya/usaha untuk meraih tujuan) juga wajib karena kata i’qilha (ikatlah untamu) adalah shighat amr (bentuk perintah) yang mengandung tuntutan yang pasti (thalab jazm) untuk mengerjakan sesuatu. Ini karena adanya wawu ‘athafyang mengandung makna muthlaq al-jam’i (penyatuan mutlak), yaitu menyatunya ma’thuf danma’thuf alayh dalam satu hukum. Sehingga dipahami dari hadist ini bahwa mengikat unta yaitu berusaha dan bertawakal, ke duanya hukumnya wajib.
Tak hanya mewajibkan adanya upaya untuk
meraih tujuan, Islam juga mengajarkan bahwa upaya tersebut harus
dilakukan dengan penuh kesungguhan, melewati berbagai tahapan yang pasti
akan penuh dengan rintangan dan hambatan, juga membutuhkan kesabaran
dan keteguhan. Jika kita mengkaji secara cermat kehidupan Rasulullah
Saw, kita akan dapati bahwa beliau selalu melakukan as sababiyah. Beliau
tidak pernah menargetkan kemenangan di medan peperangan tanpa adanya
persiapan militer, tidak menuntut perubahan masyarakat tanpa melakukan
interaksi dengan mayarakat melalui pergulatan pemikiran, tidak
menaklukkan kota Mekah tanpa mempersiapkan pasukan atau tanpa aktivitas
jihad. Beliau selalu berupaya dengan penuh kesungguhan untuk meraih
tujuan. Bahkan untuk tujuan yang bersifat mubah sekalipun, beliau selalu
melakukan as sababiyah. Begitu juga yang dilakukan oleh para shahabat, tabi’in, tabi’at-tabi’in dan generasi setelah mereka.
Dengan konsep seperti ini, dengan selalu melakukan as sababiyah ( melakukan
sebab untuk mendatangkan akibat) yaitu melakukan upaya untuk meraih
suatu tujuan dengan penuh kesungguhan dan keteguhan dan kemudian
diiringi dengan tawakkal yaitu memasrahkan hasil/keberhasilan dari
setiap upaya kepada Allah, maka Islam telah berhasil melahirkan generasi
cemerlang, generasi ideal, PENGUBAH PERADABAN dan layak menjadi teladan
sepanjang jaman. Inginkah kita semua meraihnya?
Tentu….tapi tak bisa secara instan.
Perlu upaya dan kesungguhan juga keyakinan akan pertolongan Allah SWT.
Dan yang terpenting, generasi tersebut tak bisa lahir selama system yang
diterapkan adalah system kapitalisme kufur yang rusak dan bathil
seperti saat ini. Hanya dengan menerapkan syariat islam secara kaaffah
dalam naungan system islam yaitu daulah Khilafah Islamiyah, insya Allah
kita akan bisa mewujudkannya. Karenanya, adalah sebuah keniscayaan bagi
kita semua yang ingin mengubah negeri ini menjadi negeri yang jauh lebih
baik, untuk mempersiapkan generasi mudanya agar menjadi generasi baru,
yang memiliki semangat, kesungguhan dan keteguhan untuk mengubah
peradaban dan berjuang untuk tegaknya Islam secara sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar